Home / Informasi Taman Hutan Raya / Tahura Pancoran Mas: Cagar Alam Tertua Sejak Abad ke-17
Tahura Pancoran Mas

Taman Hutan Raya (Tahura) Pancoran Mas, yang berlokasi di Depok, Jawa Barat, merupakan salah satu cagar alam tertua di Indonesia, dengan sejarah yang dimulai sejak abad ke-17. Kawasan hijau ini, yang kini menjadi oase di tengah perkotaan yang sibuk, menyimpan kekayaan alam dan cerita sejarah yang luar biasa. Artikel ini akan mengulas asal-usul, perkembangan, serta tantangan yang dihadapi Tahura Pancoran Mas sebagai simbol pelestarian lingkungan.

Sejarah dan Asal-Usul

Tahura Pancoran Mas berawal dari kepemilikan seorang tuan tanah Belanda keturunan Perancis, Cornelis Chastelein, yang lahir di Amsterdam pada 1657. Pada akhir abad ke-17, Chastelein membeli lahan luas di selatan Batavia, yang kemudian dikenal sebagai Depok. Di antara lahan tersebut, terdapat kawasan hutan lebat yang kini menjadi Tahura Pancoran Mas. Dalam wasiatnya pada 1714, Chastelein menegaskan bahwa hutan ini harus dijaga sebagai kawasan konservasi karena keindahan dan nilai alamnya yang istimewa.

Setelah wafatnya Chastelein, lahan ini diserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda pada 1913. Pengelolaannya dipercayakan kepada sebuah perkumpulan perlindungan alam Hindia Belanda. Pada 1926, melalui keputusan resmi Gubernur Jenderal Hindia Belanda, kawasan ini ditetapkan sebagai cagar alam, menjadikannya salah satu yang tertua di Indonesia, bersama dengan Cagar Alam Cibodas-Gede.

Transformasi dan Pengelolaan

Pada 1952, Pemerintah Indonesia mengambil alih sebagian besar lahan Depok, kecuali beberapa bangunan bersejarah seperti gereja dan pemakaman. Cagar Alam Pancoran Mas terus dilestarikan sebagai kawasan konservasi. Pada 1999, statusnya berubah menjadi Taman Hutan Raya Pancoran Mas melalui keputusan Menteri Kehutanan, dengan luas sekitar 7,1 hektare. Perubahan ini sejalan dengan pembentukan Kota Depok sebagai wilayah administratif terpisah dari Bogor.

Saat ini, Tahura Pancoran Mas dikelola oleh Pemerintah Kota Depok melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kawasan ini berperan sebagai ruang terbuka hijau yang membantu menjaga kualitas udara, menyediakan cadangan air, dan mendukung upaya mitigasi perubahan iklim di wilayah urban.

Keanekaragaman Flora dan Fauna

Pada masa awalnya, Tahura Pancoran Mas adalah hutan tropis dataran rendah yang kaya akan keanekaragaman hayati. Dahulu, kawasan ini menjadi rumah bagi berbagai spesies, seperti harimau Jawa, monyet, kancil, kijang, rusa, dan kelinci hutan. Namun, akibat ekspansi permukiman di wilayah Jabodetabek, keberagaman hayati ini telah menurun drastis.

Berdasarkan penelitian pada 2011, kawasan ini masih memiliki sekitar 83 spesies tumbuhan dari 43 keluarga, termasuk pohon seperti mahoni, jati putih, eboni, serta tumbuhan seperti rotan, bambu, nangka, dan jengkol. Untuk fauna, spesies yang masih bertahan meliputi monyet, biawak, ular seperti sanca dan kobra, serta burung seperti ciblek dan perenjak. Selain itu, terdapat katak pohon, kelelawar buah, dan bajing. Kawasan ini juga memiliki tujuh sumur bersejarah yang konon dibuat oleh penduduk awal dan tetap berair hingga kini.

Tantangan Pelestarian

Meski memiliki nilai sejarah dan ekologi yang tinggi, Tahura Pancoran Mas menghadapi ancaman serius akibat urbanisasi. Perluasan permukiman telah menyusutkan luas kawasan, sementara kerusakan pagar pembatas dan sampah yang dibuang sembarangan oleh masyarakat menjadi masalah besar.

Pemerintah Kota Depok, bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Kementerian Lingkungan Hidup, terus berupaya melindungi kawasan ini. Langkah-langkah yang dilakukan meliputi pemantauan flora dan fauna, perbaikan infrastruktur seperti pagar, serta kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian alam.

Fungsi sebagai Ruang Hijau dan Destinasi Edukasi

Berlokasi di Jalan Raya Cagar Alam, Pancoran Mas, kawasan ini mudah dijangkau, hanya 15 menit berjalan kaki dari Stasiun KRL Depok atau 10 menit berkendara dari pusat kota. Tahura Pancoran Mas buka setiap hari dari pukul 08.00 hingga 17.00 WIB, dan sebagian areanya terbuka untuk kegiatan penelitian, edukasi, serta rekreasi. Namun, 75% kawasan tetap dijaga sebagai zona konservasi yang hanya boleh diakses oleh petugas resmi.

Sebagai paru-paru kota, Tahura Pancoran Mas berperan vital dalam menjaga kualitas udara dan ekosistem perkotaan. Keberadaannya juga menjadi pengingat pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.

Penutup

Taman Hutan Raya Pancoran Mas adalah permata hijau yang menyimpan sejarah panjang sejak abad ke-17. Meski menghadapi tantangan urbanisasi, kawasan ini tetap menjadi simbol pelestarian alam di Kota Depok. Dengan pengelolaan yang tepat dan partisipasi masyarakat, Tahura Pancoran Mas dapat terus bertahan sebagai cagar alam bersejarah, sekaligus menjadi pusat edukasi dan konservasi untuk generasi masa depan.